Siswa Keterampilan Otomotif Fase E MAN 1 Bantul Main ‘Teka-Teki’ di Dunia Presisi dengan Mistar Geser

MAN 1 (BANTUL), – Suasana Ruang Kelas Fase E 7, selasa (16/09) siang, tampak berbeda. Bukannya membahas rumus-rumus fisika atau matematika yang rumit, puluhan siswa justru asyik ‘bermain’ dengan sebuah alat logam kecil di meja mereka: Mistar Geser (jangka sorong). Suasana santai namun penuh konsentrasi tercipta saat mereka saling membantu membaca skala-skala presisi pada alat ukur tersebut.

Kegiatan belajar kelompok ini merupakan bagian dari persiapan praktikum mata pelajaran otomotif. Para siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil, masing-masing memegang sebuah mistar geser dan beberapa benda kecil seperti baut, mur, dan potongan besi untuk diukur.

“Awalnya lihat skalanya bingung, mana skala nonius, mana skala utama. Tapi pas diskusi sama teman kelompok, pelan-pelan jadi ngerti. Seru sih, kayak main teka-teki presisi,” ujar azam, salah satu siswa, sambil mencoba mengukur ketebalan sebuah buku.

Guru Pembimbing, fachrur rozi, S.Pd., mengatakan bahwa metode belajar kelompok dipilih untuk membuat materi yang dianggap rumit menjadi lebih mudah dicerna. “Mistar geser butuh ketelitian. Dengan diskusi kelompok, mereka bisa saling mengoreksi dan mengajari. Ini melatih soft skill mereka dalam berkomunikasi dan bekerja sama, bukan hanya memahami alat ukur,” jelasnya.

Kepala MAN 1 Bantul, mafrudah, S.Ag, M.Pd.i, yang menyempatkan hadir menyaksikan kegiatan tersebut, memberikan apresiasi positif. “Ini adalah contoh pembelajaran kontekstual yang kita dukung. Tidak hanya teori, tetapi siswa langsung memegang dan mempraktikkan. Ketelitian dan keakuratan dalam membaca alat ukur seperti ini adalah fondasi penting untuk mata pelajaran otomotif. Skill seperti ini sangat aplikatif dan bernilai untuk bekal mereka di dunia kerja nanti,” ujarnya sambil menyaksikan seorang siswa dengan sabar menjelaskan pada temannya.

Tawa riang sesekali pecah ketika ada kelompok yang mendapatkan hasil pengukuran yang ‘ngawur’ dan harus mengulang lagi. Namun, semangat untuk bisa membaca angka dengan benar membuat mereka terus mencoba.

Kegiatan seperti ini membuktikan bahwa mempelajari alat ukur presisi pun bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan tidak menegangkan. Dengan semangat gotong royong dan suasana yang santai, ilmu yang rumit pun bisa menjadi lebih mudah dipahami.(faro)